Kamis, 13 Agustus 2020

Apakah Sekolah Pembunuh Kreativitas?

Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” –Ali Bin Abi Thalib. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.” Redaksi ini adalah sabda Rasulullah.

 

1. Masih segar dalam ingatan, sewaktu saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Saya menggambar bertema pemandangan alam dua buah gunung dengan matahri mengintip diantara keduanya. Kurang lebihnya seperti ilustrasi berikut. 


 

 

Ya! gambar legendaris yang entah bagaimana caranya menjadi gambar favorit anak-anak seusia saya waktu itu.

2. beberapa tahun kebelakang saya pernah diberi pertanyaan oleh salah seorang murid. Si murid bertanya "'Umi, pernah dengar namanya b*go live?". saya yang masih kurang update alias kudet menimpal "'tidak tahu ji, emang kenapa gitu dengan B*go Live?"tanya saya polos. lalu setengah kelas menahan tawa, gemuruh kecil. namun mereka enggan bercerita. hingga pada akhirnya saya tahu, apa yang mereka tertawakan. disaat mereka membutuhkan pendampingan, seolah "kode"namun saya tidak peka. That was my fault. Failed to feel.

3. Lain cerita dengan kelas 9. saya selalu menyempatkan diri untuk membuat kelas bernama "'AMT Class" dengan konten teknologi terkini. pada saat itu isu yang tengah hangat adalah tentang operasi transplantasi kepala dan peluncuran robot di planet Mars. Siswa sangat antusias, bahkan sejak 2-3 hari sebelumnya mereka sudah konfirmasi apakah saya pasti hadir di kelas AMT tersebut.

tentunya kita memiliki segudang pengalaman yang berbeda, benang merah antara tiga pengalaman yang pernah saya alami adalah :

·       Apa yang diajarkan oleh seorang guru akan sangat membekas dalam konstruksi jiwa seorang anak. jika dari kecil anak diberi stimulus yang baik dan benar, maka simpul sel saraf di otak pun akan terjalin yang bermuara pada kecerdasan anak. Setiap anak dibekali dangan kemampuan awal/modalitas/kecerdasan. Tugas guru dan orang tua adalah menemukenali bakat/kecerdasan yang sudah Allah berikan kepada setiap anak. Akan lebih mudah melejitkan anak sesuai bakat dan minatnya. Beruntung saya tidak mengikuti kebanyak teman pada saat menggambar pemandangan dengan angle yang sama, karena guru mungkin memberi contoh hanya pada sampai taraf itu. Percayalah, kadang menjadi berbeda itu baik. Kreatif adalah ketika melakukan hal yang sama dengan cara yang berbeda. Adapun guru harus memperkaya diri dengan literasi, sehingga tidak akan mengalami kesulitan "kehabisan ide"

·       Aktivitas pembelajaran yang ''old fashion"' atau 'mediocere', yaitu berpusat guru (katakanlah ceramah) ditambah dengan minimnya literasi membuat anak tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Apalagi konteks pelajaran IPA, sub materi biologi. Betapa rumitnya perasaan seorang anak dihadapkan dengan buku teks dan gambar dua dimensi. berbeda jika materi anatomi jantung kita sajikan melalui animasi 3 dimensi. Anak-anak lebih bergairah! setidaknya mereka tidak akan berani "'tertidur, melamun atau mengobrol.

·       pengetahuan tentang membaca lingkungan tentang siapa anak didik kita, bagaimana karakteristik mereka, bagaimana gaya belajar mereka, apa yang menjadi ketertarikan mereka saat ini menjadi bahan acuan untuk merancang sebuah desain pembelajaran. Nah, dengan mempelajari modul tentang perananan guru pada pembelajaran abad 21 saya pribadi merasakan adanya sebuah anak tangga dari sebuah jalan yang bernama menuju sekolah idaman para peserta didik.

Sebagai sebuah profesi yang lahir dari rahim yang bernama "'perjalanan pendidikan yang amat panjang'', guru manjadi tokoh sentral. kepadanyalah peserta didik akan menyerahkan 'nasib' hampir separuh dari waktu yang dimilikinya, atas nama belajar mereka berjuang hadir si sekolah tepat waktu. akankah kita mengisi hari-hari mereka dengan cerita yang sama dan berulang. tanpa ada inspirasi, tanpa ada nilai tambah bagi mereka. 

Tentunya ini menjadi isu yang akan terus menarik dibahas, kesiapan kita sebagai seorang fasilitator pendidikan bukan lagi sebagai "sumber ilmu". Terkadang kita melakukan inkonsistensi antara keputusan kita dengan resiko. jangan-jangan kita sendiri tidak menjadi tauladan literasi, tauladan teknologi, tauladan inovasi apalagi menjadi tauladan inspirasi. 

Sejak Coronavirus Disease (COVID-19) merebak, perilaku manusia berubah drastis. Manusia yang memiliki sifat dasar berkumpul harus rela menjaga jarak, tidak bersentuhan antara satu dengan yang lain, semata-mata agar virus tidak menular. Perubahan drastis ini juga terjadi di dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk meliburkan proses pembelajaran di sekolah dan menggantinya dengan “belajar dari rumah” melalui materi pembelajaran yang dilakukan secara daring (online) oleh para guru dengan bimbingan orangtua.

Tak mudah memang mengondisikan anak belajar di rumah, apalagi menciptakan proses pembelajaran daring yang menarik, bermakna dan menyenangkan. Sebab, ketika sekolah diliburkan, yang ada dalam benak sebagian besar anak bermain, terutama bagi anak-anak di tingkat sekolah dasar

Di samping itu, masih banyak guru yang mengajar secara online dengan hanya memberikan soal sebanyak-banyaknya untuk siswa. Sehingga tak heran jika dikabarkan muncul keluhan dari orangtua tentang pelaksanaan belajar dari rumah yang justru membuat anak menjadi stres. Bahkan tak jarang orangtua tak bisa banyak membantu anaknya mengerjakan soal-soal tersebut.

Padahal jika kita mau menelisik justru pada saat seperti inilah sejatinya momentum yang baik untuk membangun kesadaran bahwa teknologi merupakan satu media penghubung disaat situasi tidak memungkinkan untuk bertatap muka.

Menjadi guru yang Melek IT memang tidak mudah.  Harus Sabar, mundur selangkah memberi ruang agar siswa mencari sendiri. Alhamdulillaah beberapa diantaranya sudah saya terapkan pada kelas yang saya kelola. Diantaranya menggunakan padlet, membuat laman blog, membuat vlog praktikum lalu diposting pada Instagram dan channel youtube.

Awalnya sulit memahamkan kepada peserta didik, namundengan teknik memberi rasionalitas keterampilan siswa abad 21 yaitu 4C dan pentingnya keterampilan menyelesaikan masalah serta menggunakan literasi (big data) alhamdulillaah dengan pendampingan satu persatu mereka dapat membuat karya yang kreatif. Melebihi batas ekspektasi saya. Sungguh luar biasa!

Berikut beberapa portofolio siswa berkaitan dengan mapel saya

1.      Menayangkan fenomena / gejala IPA lalu mereka kita fasilitasi untuk mengajukan sebuah pertanyaan atau menjawab pertanyaan yang kita berikan dalam ranah HOTS. Berikut dokumentasinya

2.      Menggunakan fasilitas googlesites, intruksi awal kita berikan melalui grup WA lalu selanjutnya akan mengakses link googlesite yang sudah saya desain agar mereka mengikuti langkah-langkah pembelajaran mulai dari berdoa, mengisi daftar hadir, mengajukan pertanyaan, latihan soal hingga penugasan (menggunakan fitur google form). Berikut link google sites saya

3.      Membuat laman blog, yang akan menjadi media window show penugasan/aktivitas belajar mereka selama pandemic. Berikut beberapa diantara karya blog https://www.blogger.com/blog/post/edit/1067966649697946532/1868771311240500013, https://floolicious.blogspot.com/2020/04/ttsk-teka-teki-sistem-koordinasi.html )

4.      Menggunakan fasilitas youtube untuk menyampaikan materi (motivasi, kontrak belajar, pengetahuan konsep, atau tutorial menggunakan sebuah aplikasi). Berikut contoh portofolio : https://www.youtube.com/watch?reload=9&v=GdJL5eSWo3Y&feature=youtu.be, https://www.youtube.com/watch?v=galC6Gz7Ceg atau untuk fasilitas penugasan peserta didik : https://www.youtube.com/watch?v=7vpSajBda-U

5.      Menggunakan media sosial untuk mengunggah aktivitas belajar (https://www.instagram.com/p/B-oTxA1no0z/)

6.      Menggunakan fitur pencarian #smpunggulanarrahman pada instagram maupun youtube (https://www.instagram.com/explore/tags/smpunggulanarrahman/?hl=en )

7.      Mengemukakan HOTS atau menjawab pertanyaan HOTS (https://www.youtube.com/watch?v=-yPTLo7DffQ )

Rencana Yang masih belum terealisasi adalah membuat scenario pembelajaran menggunakan aplikasi podcast, menautkan file pada drive dan menggunakan aplikasi virtual room seperti google class.

Ada kekhawatiran dalam diri saya, akankah perubahan sosial yang tiba-tiba terjadi sebagai akibat merebaknya COVID-19 menyebabkan kegagapan dalam proses penyesuaian kegiatan pembelajaran. Itu sebabnya tidak mungkin jika sebuah pembelajaran ideal dicapai di masa pandemi seperti saat ini. “Karena itu, kita harus cepat menyesuaikan keadaan dengan mengubah target capaian, dan kemudian metode pembelajarannya. Jangan sampai guru membebani siswa dengan pembelajaran di saat siswa mengalami keterbatasan sosial dan ekonomi.

Perubahan yang kita lakukan memang kecil, ibarat lautan...jika guru melakukan pembenahan diri secara serentak maka perubahan itu ibarat riak kecil yang akan bersatu membentuk gelombang yang bernama perubahan. Setelah mempelajari ilmu peranan guru dalam pembelajaran abad 21, saya berikrar untuk terus mentransformasi diri saya untuk terus menjadi guru yang dirindukan, bukan hanya sebagai sumber ilmu melainkan juga sebagai sumber inspirasi.

Bagaimana dengan anda?

Temukan inspirasi lainnya di http://desylestarialamku.blogspot.com/

jangan lupa tinggalkan jejak komentar, agar saya tahu orang baik seperti anda sempat meluangkan waktu untuk membaca blog saya

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

foto untuk refleksi